Para trader sangat optimis terhadap prospek positif resolusi kekisruhan saat ini - Brexit, yang menyebabkan kekhawatiran di antara para ahli. Nampaknya, pasar tengah menunggu Perdana Menteri Theresa May dan pembuat kebijakan Inggris untuk menyetujui draft kesepakatan atau mencari cara menunda Brexit untuk periode yang lebih lama.

Berdasarkan ultimatum UE, penundaan Brexit untuk periode yang lebih lama dari 22 Mei akan memerlukan partisipasi Inggris dalam pemilihan Parlemen Eropa, yang akan dimulai pada 23 Mei. Skenario tersebut dapat menghancurkan Brexit. Kemungkinan pasar mengharapkan hasil ini, mempertahankan pound tetap stabil. Sementara itu, penundaan tenggat waktu lebih lanjut kemungkinan akan menjadi penyebab reli terkuat sterling.

Pekan yang baru lebih penuh ketidakpastian dari sebelumnya dan hampir mengklarifikasi situasi di Brexit. Apa yang akan Theresa May lakukan? Ada dua jalan: jika juru bicara mengizinkan, dirinya akan kembali menawarkan proposal yang tidak populer kepada Parlemen atau meninggalkan gagasannya. Opsi kedua mungkin terjadi jika perdana menteri menduga dirinya akan mengalami kekalahan ketiga.

Tentu saja, May bisa saja mengundurkan diri, namun dalam keadaan saat ini, sulit untuk membayangkan bagaimana partai Konservatif akan memilih pemimpin baru. Saat ini, masalah utama dalam koordinasi Inggris dan UE adalah "backstop" Irlandia dan pemilihan Eropa. Pemilihan dalam Parlemen Eropa dapat dihindari, yang menjadi subjek bagi "hard" Brexit pada 12 April atau penarikan diri pada 22 Mei sesuai dengan ketentuan. Dalam situasi ini, hubungan antara Inggris dan UE akan hampir tetap sama seperti saat ini.

Selain itu, hal ini berarti menyia-nyiakan jaminan para petinggi Eropa bahwa backstop Irlandia tidak akan mengikat Inggris dalam serikat pabean selamanya. Meski cukup sulit untuk memahami apa yang akan menjadi kesepakatan akhir. Namun, terlepas dari semua kekurangan, kesepakatan tersebut akan menarik bagi para pendukung Brexit di Partai Konservatif dan sekutunya dari Partai Union Demokrat Irlandia Utara. Brexit yang kacau tidak mendukung "backstop" Irlandia.

Unjuk Rasa London

Pada akhir pekan lalu, unjuk rasa para pendukung referendum digelar di London. Angka pengunjuk rasa mencapai satu juta. Namun, pada 2016, hampir 1,3 juta orang memilih Brexit. Selain itu, para pemilih terbagi menjadi 60/40 di ibu kota Inggris, sehingga tidak jelas hingga sejauh mana protes massa mencerminkan kehendak rakyat.

Kemungkinan kebenaran ada di pihak trader valuta asing, dan, terlepas dari badai tersebut, Inggris akan menyetujui kesepakatan atau memperoleh perpanjangan, yang akan mengarah pada meredanya keadaan atau bahkan menuju penolakan Brexit.

Para pengamat, di lain pihak, memangkas peluang skenario "hard" menjadi 25%. Namun pada tahun 2016, terjadi kegagalan, dan versi mengenai hasil referendum tersebut tidak dibenarkan.