Bahkan meski the Fed melunakkan retorikanya, selama dua bulan terakhir, the greenback dapat menguat lebih dari 1,9%, yang memberikan tekanan besar pada mata uang-mata uang G10, termasuk euro.

Menurut para ahli Bank of Amerika, faktor-faktor seperti keadaan Brexit yang tidak pasti, serta negosiasi berkepanjangan untuk menyelesaikan perselisihan dagang antara Washington dan Beijing, mendukung mata uang AS.

"Pasar tengah melalui periode panjang ketidakpastian, yang tidak memungkinkan dolar melemah," ujar perwakilan lembaga keuangan tersebut.

Pada saat yang sama, penguatan dolar berdampak negatif pada ekspor dan PDB AS, serta terhadap pendapatan perusahaan-perusahaan AS.

Jika pertumbuhan ekonomi di negara itu terus melambat, Gedung Putih sekali lagi akan mulai mencai kambing hitam. Dan itu mungkin The Fed.

Larry Kudlow, kepala penasihat ekonomi untuk presiden AS, percaya bahwa regulator tersebut harus menurunkan suku bunga dari 2,5% menjadi 2% untuk memperlancar konsekuensi yang terkait dengan perlambatan pertumbuhan PDB global.

Pada paruh kedua tahun lalu, Donald Trump telah berulang kali menyatakan bank sentral AS perlu menghentikan proses pengetatan kebijakan moneter, yang kemudian diterapkan pada 2019.

Haruskah regulator ini sekali lagi mematuhi pimpinan Gedung Putih? Secara formal, The Fed punya alasan untuk ini. Ekonomi AS mulai melambat, karena efek insentif berupa pemotongan pajak, serta peningkatan belanja pemerintah secara bertahap memudar.

Pada kuartal keempat, PDB AS tumbuh sebesar 2,2% yoy, setelah naik 3,4% pada Juli-September. Indikator utama dari Atlanta Federal Reserve Bank menunjukkan angka pada Januari-Maret hanya meningkat 1,5%.

Sementara itu, The Fed percaya hilangnya momentum ekonomi AS merupakan fenomena sementara.

Secara khusus, Presiden Federal Reserve Bank of Dallas, Robert Kaplan, mencatat dinamika PDB pada kuartal pertama biasanya selalu disorot, sehingga tidak perlu diberi perhatian lebih. Dia mengharapkan perbaikan ekonomi selama sisa tahun ini.

Wakil Ketua Pengawasan The Fed, Randal Quarles, pada gilirannya, percaya regulator masih akan memiliki kesempatan untuk menaikkan suku bunga. Namun, seperti ditunjukkan oleh contoh Bank Sentral Eropa, optimisme yang tertahan dapat dengan mudah berubah menjadi pesimisme jika statistik tidak sesuai harapan.expectations.

Terlepas dari kenyataan bahwa baik presiden AS maupun Fed tidak menginginkan dolar yang kuat, dolar AS tidak terburu-buru untuk melanjutkan serangan. Baru-baru ini, dolar menguat terutama karena pelemahan ekonomi global, proteksionisme, dan perang dagang, namun, jika Gedung Putih menyadari kesalahannya dan memperlakukan mitra dagang dan pesaingnya dengan lebih bagik, nasib USD dapat sangat berubah..

Menurut Bank of America, pada akhir 2019, pasangan EUR / USD mungkin meningkat ke level 1,20.

"Kami berharap sementara dolar terus diminati di kalangan investor, pelemahannya mungkin terjadi di bawah kondisi pertumbuhan ekonomi global yang stabil," ujar perwakilan bank tersebut.