Ancaman konflik perdagangan yang memburuk antara Amerika Serikat dan China telah menyebabkan penjualan besar-besaran di pasar saham. US S&P 500 turun 1,7% menjadi 2.884 p. Shanghai Composite diperdagangkan di dekat posisi terendah dalam dua bulan, kehilangan lebih dari 9% hanya dalam 3 sesi trading dan jatuh ke 2866.7 p. Indeks negara-negara Asia jatuh pada laju yang lebih cepat, dan tingkat risiko dari kemungkinan masalah dalam ekonomi China, lebih tinggi daripada seluruh dunia.

Dengan demikian, ancaman terhadap China meningkatkan kemungkinan bahwa AS akan menerapkan pengalaman baru dalam mencapai tujuan politiknya ke Eropa, dengan meningkatkan bea impor pada mobil-mobil perusahaan Eropa. Akibatnya, kegugupan bertambah, memaksa investor untuk mengalihkan perhatian ke aset defensif, yang secara tradisional termasuk Yen Jepang.

Setelah dua bulan penurunan, PMI di sektor manufaktur Jepang menunjukkan peningkatan menjadi 50.2 p. Meskipun terjadi Retracement, volume pesanan dan produksi baru terus menurun, dan pertumbuhan, pada kenyataannya, hanya disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan bisnis, yang berdasarkan pada perkiraan optimis yang baru dirilis untuk sektor semikonduktor dan otomotif pada perekonomian.

Pernyataan Nikkei tampak berhati-hati dan mengisyaratkan risiko kemandekan yang baru dalam waktu dekat.

Selama lebih dari dua tahun, Yen Jepang telah diperdagangkan dalam rentang sempit 104 - 114 Yen per Dolar, yang umumnya tidak seperti biasanya dari mata uang yang umumnya bergejolak ini. Penyebab Yen kehilangan volatilitas yang meningkat setelah perubahan yang dilakukan Bank of Japan terhadap kebijakan moneternya, memulai program berskala besar pada tahun 2013 untuk menemukan jalan keluar dari kebuntuan deflasi ekonomi Jepang. Program ini belum mencapai tujuannya, tetapi telah mengarah pada penciptaan gambaran aliran keuangan yang stabil. Arah yang aliran tersebut, sebenarnya, menentukan dinamika USDJPY.

Dalam pernyataannya baru-baru ini, Bank of Japan mengakui bahwa percobaan pelonggaran kebijakan moneter secara signifikan telah mencapai batasnya. Prakiraan inflasi dari BoJ untuk periode ini hingga tahun 2020 tetap jauh di bawah target 2%, dan tidak ada alasan untuk berharap bahwa mereka dapat disesuaikan naik, karena perubahan struktural dalam ekonomi Jepang tidak memberikan alasan. Faktor-faktor ini termasuk, misalnya, trend harga tanah yang terus-menerus negatif, atau potensi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Pada saat yang sama, efek negatif menumpuk. Penurunan suku bunga ke tingkat negatif telah menyebabkan penurunan yang stabil dalam investasi bank pada obligasi pemerintah Jepang di tengah-tengah kesenjangan antara pertumbuhan deposito dan pinjaman.

Tingkat pertumbuhan deposito secara signifikan melebihi tingkat pertumbuhan pinjaman, dan surplus dana di Jepang dengan suku bunga negatif yang tak bisa diinvestasikan. Akibatnya, bank-bank Jepang meningkatkan investasi mereka dalam aset asing untuk mengimbangi penurunan pendapatan.

Dengan demikian, keseimbangan beberapa arus balik terbentuk. Selain itu, investor Jepang meningkatkan investasi di Treasures AS, serta T-bills di Prancis dan Italia. Bank of Japan juga mencatat bahwa pada Februari 2019 (data Maret akan dipublikasikan pada 14 Mei). Investasi dalam obligasi korporasi meningkat, dan ada bank dan dana Jepang yang mencari keuntungan di mana saja, tetapi tidak di Jepang sendiri, yang meningkatkan risiko. Dalam hal ini, obligasi Jepang terpaksa membeli Bank of Japan, yang sudah memiliki setengah dari seluruh hutang negara.

Akibatnya, efek negatif menumpuk semakin banyak, tetapi masih belum ada manfaatnya. Pemikiran deflasi tidak dapat diubah, dan alat-alatnya (tools) hampir habis. Pertimbangan ini mendorong Yen untuk semakin melemah, karena penarikan modal investasi hanya meningkat. Namun demikian, dengan naik keluar dari kisaran 105 - 115 lebih mungkin terjadi dalam jangka panjang.

Sementara itu, dalam jangka pendek, Yen memiliki banyak peluang untuk menguji kekuatan minimum Maret di 109.70 dan menurun ke 108.49, yang difasilitasi oleh pendekatan pada hari Jumat, ketika AS dapat mengenakan bea tambahan pada impor China. Peluang jatuhnya pasar saham berkontribusi pada meningkatnya kepanikan dan permintaan untuk aset defensif, di antaranya yang utama adalah Yen.