Dalam beberapa hari, greenback telah menguatkan harapan bahwa perang dagang antara Washington dan Beijing akan menyebabkan lebih banyak kerusakan ekonomi di negara lain dibandingkan AS. Namun, hampir tidak layak mengharapkan bahwa konsumen dan perusahaan di Amerika Serikat akan dapat menghindari masalah.

"Jika Gedung Putih memperkenalkan bea impor 25% pada barang China lainnya senilai $325 miliar, maka pendapatan bersih dari perusahaan dalam indeks S&P 500 akan turun 1,5%. Ini akan cukup untuk menekan aktivitas investasi di sektor korporat," ucap ahli strategi Morgan Stanley, Mike Wilson.

Menurut John Normand dari JPMorgan Chase, perang dagang dapat mengendalikan indikator ekonomi utama AS ke level resesi.

"Resiko ada pada fakta bahwa beberapa indikator penting yang turun dibawah pengaruh pertukaran tarif, mendekati level krisis. Ini merupakan aktivitas industri, indeks aktivitas bisnis, biaya modal dan keuntungan perusahaan, "ungkap para ahli.

Menurut estimasi UBS, jika Amerika Serikat membebankan tarif 25% dari seluruh impor China. PDB Amerika akan rugi 0,75-1% selama satu tahun.

Terhadap dolar, yen mendekati nilai terendah sejak awal Februari.

Menurut para ahli dari Mizuho Bank, potensi penurunan USD/JPY dibatasi.

"Indikator teknikal menunjukkan bahwah greenback oversold dan yen overbought. Perkembangan dalam negosiasi perdagangan antara Washington dan Beijing dapat mendorong investor Jepang untuk meningkatkan pembelian mata uang AS, dan pelaku asing akan menutup penjualan pada yen,"perwakilan bank mengatakan.

Analis Citigroup, pada gilirannya, yakin bahwa salah satu seharusnya tidak meremehkan konsekuensi dari eskalasi perang dagang antara dua ekonomi terbesar di dunia.

"perkembangan dari tren penruunan untuk USD/JPY dibawah kondisi yang berlaku adalah jalan resistance yang paling sedikit. Kami yakin bahwa ide penjualan pasangan dengan ekspektasi penurunan menuju 107,25 dalam dua minggu mendatang atraktif. Selain itu, peningkatan volatilitas dapat kembali pada suku bunga ke level 104," ucapnya.

Perlu dicatat bahwa terakhir kali pasangan USD/JPY trading di dekat level di Januari, saat berita penurunan pertumbuhan PDB China menyebabkan penurunan tajam dalam posisi jual pada yen.

Menurut Citi, tarif AS dapat memangkas PDB China sebesar 0,5%, ekspor 2,7%, dan pekerjaan 2,1 juta.

Sebagai tambahan pada China, Amerika Serikat mengubah kebijakan perdagangan dengan Uni Eropa. Di Februari, Departemen Perdagangan AS mengirimkan laporan kepada Donald Trump dengan opini positif terkait dampak negatif dari industri otomotif AS dengan mengimpor mobil dan komponen produksi luar negeri. Pimpinan Gedung Putih memiliki 90 hari untuk memahami laporan dan menyampaikan vonis. Batas waktu berakhir Sabtu mendatang.

D. Trump dapat memundurkan batas waktu, yang diharapkan Eropa dan investor, namun juga dapat membebankan bea tarif hingga 25% pada impor mobil dan suku cadang. Terhadap latar belakang ini, cenderung terdapat kemungkinan tinggi bahwa trader euro dapat melikuidasi posisi mereka sebelum keputusan dibuat oleh pimpinan AS. Hal ini dapat menimbulkan prasyarat bagi penurunan pasangan EUR/USD jika dukungan ditembus di 1.1165-1.117.

Kebijakan moneter yang "lemah" dari ECB, yang diberikan untuk mempertahankan suku bunga rendah untuk waktu yang lama, saat ini mengambil sisi penjual pada pasangan.