Yen yang lincah telah kehilangan semua pencetusnya dan tengah dalam pencarian alasan untuk terus tumbuh. Hal ini dapat terinspirasi oleh penolakan para pelaku pasar aset-aset berisiko dan penurunan profitabilitas obligasi. Tidak ada apapun di atas yang dapat mendorong yen Jepang, dan para ahli strategi telah membahas mengenai potensi penurunan harga mata uang safe haven ini.

Terlepas dari fakta bahwa para ekonom di Goldman Sachs tidak menyesuaikan prakiraan 3 bulan mereka untuk USD/JPY di 103, mereka tidak mengecualikan perpindahan kontrol atas kedaan kepada bull. Data dari Amerika Serikat sebagian besar positif, Gedung Putih menolak untuk membahas kemungkinan resesi di negara tersebut. Negara-negara lainnya dengan masalah ekonomi telah merespon dengan melonggarkan kebijakan moneter.

Sementara itu, para trader terus memantau kondisi di China, pasar juga khawatir terhadap perlambatan ekonomi global dalam konteks peluang kecil penurunan suku bunga oleh sekuritas-sekuritas utama. Kekhawatiran akan berperan sebagai katalis pertumbuhan yen dengan baik.

Namun, situasi yang sama sebelumnya terjadi, seperti yang dinyatakan Goldman Sachs. Tiga tahun lalu, pengaruh pendorong tersebut nihil, dan berakhir dengan kenaikan kuotasi USD/JPY sebesar 15% (!).

Mengingat telah menyebarnya dukungan stimulus fiskal, prospek pertumbuhan ekonomi global akan berkembang. Para petinggi Fed tidak perlu menurunkan suku bunga. Selain itu, langkah-langkah baru mungkin diambil Bank of Japan. Hal ini dapat diungkapkan sebagai kenaikan pembelian obligasi pemerintah atau revisi target imbal hasil.

Citigroup dan Credit Suisse yakin yen memelihara potensi pertumbuhan selanjutnya. Dalam 12 bulan ke depan, harga yen dapat naik ke 100 yen per dolar. Terakhir kali pasangan USD/JPY mengunjungi area ini adalah pada Agustus 2016.

Para ahli mata uang menarik perhatian pada fakta bahwa tahun ini mata uang Jepang menunjukkan hasil terbaik di antara para pesaingnya dari Kelompok 10. Terhadap dolar, pertumbuhannya sebesar 3%.

Emas

Emas, yang merupakan aset defensif lainnya, harganya telah naik 6% sejak awal bulan Agustus. Angka ini muncul akibat meningkatnya konflik perang antara Amerika Serikat dan China. Dinilai dari bagaimana agenda-agenda tengah berkembang dalam hubungan AS-China, emas akan melanjutkan tren naik. Para analis teknikal memprediksi logam mulia akan berada di level $1820 dan $1920.

Saat ini, pertumbuhan harga emas terganggu, dan terdapat opsi awal yang salah.

Menurut para ahli strategi, keinginan otoritas keuangan untuk membantu pasar mendukung risk appetite dan memberikan tekanan terhadap aset-aset defensif, seperti emas secara khusus. Namun, kenaikan harga logam mulia tidak dapat disebut sebagai awal yang salah. Krisis finansial global lainnya, yang, menurut teori siklus, dapat terjadi dalam dua tahun mendatang, tidak dapat dihindari. Satu ons emas dapat meningkat menjadi $1800.