Harapan akan segera berakhirnya pandemi virus Corona akhirnya muncul setelah Pfizer mengumumkan bahwa vaksin yang sedang mereka kembangkan memiliki efektifitas hampir 90%.

Seorang profesor kedokteran di Universitas Exford, John Bell, menyatakan bahwa tim Pfizer/BioNTech telah menunjukkan hasil penelitian mereka dengan "tingkat kemanjuran yang luar biasa," yang hal ini berarti bahwa kita dapat kembali kekondisi normal pada musim semi mendatang.

"Saya rasa, sayalah orang pertama yang menyatakan hal ini dengan penuh kepercayaan diri," ucap Bell kepada BBC.

Produksi vaksin ini sendiri teah dimulai dan Pfizer telah berjanji untuk memasok 50 juta dosis vaksin keseluruh dunia dalam dua bulan terakhir dari tahun 2020 ini. Pada 2021, mereka berencana untuk memproduksi 1.3 miliar dosis. Negara-negara akan memutuskan sendiri siapa yang akan diprioritaskan dalam pemberian vaksin ini.

Di Inggris, komite gabungan untuk vaksinasi dan imunisasi telah merekomendasikan bahwa vaksin ini bekerja cukup baik bagi orang lanjut usia, dan vaksin pertama akan dikirim ke para pekerja dipanti jompo dan penduduk, lalu kemudian kesemua masyarakat yang berusia diatas 80 tahun kemudian pekerja kesehatan dan perawatan sosial lainnya. Setelah itu, orang-orang diharapkan dapat menerimanya sesuai dengan urutan usia.

Sejauh ini, tidak ada kekhawatiran bahwa vaksin tersebut berbahaya, dan kedua perusaan tersebut belum melaporkan adanya efek samping yang serius. Akan tetapi, meskipun CEO dan Chariman dari Pfizer, Albert Bourla, sangat optimis dengan berita tersebut, tetapi ilmuwan lain sangat jelas tetap antusias namun berhati-hati untuk hasil vaksin pertama ini, dan memperingatkan bahwa data lengkap belum tersedia serta pengujian sedang berlangsung.

Uji coba Tahap 3 dari vaksin telah melibatkan lebih dari 43,000 orang guna melihat apakah vaksin itu berhasil. Para relawan vaksin COVID, yang diberikan dalam dua suntikan dalam waktu sekitar tiga minggu, atau alternatif plasebo, seperti vaksin meningitis. Baik mereka ataupun pihak dokter belum mengetahui hasil lengkapnya.

Ada pula kekhawatiran lain bahwa orang yang berkulit hitam dan etnis minoritas akan sangat rentan terhadap virus Corona. Kira-kira 42% peserta dari seluruh dunia dan 30% peserta tes dari Amerika Serikat memiliki latar belakang ras dan etnis yang beragam dan nampaknya dilindungi dengan baik seperti masyarakat yang lain. Akan tetapi, satu pertanyaan penting yang belum memiliki jawaban adalah: berapa lama vaksin ini akan bertahan?

Amerika Serikat dan Inggris sendiri menyambut baik ekperimen ini dan juga menyerukan masyarakatnya untuk tetap bersabar.

Profesor Jonathan Van-Tam menyatakan hasil menunjukkan bahwa vaksin ini memang mencegah penyakit, tetapi "kami belum mengetahui konsekuensinya, sehingga dimohon untuk tidak merasa terlalu santai."

Mesti demikian, sudah banyak negara yang memesan vaksin dari Pfizer/BioNTech.

Inggris telah membeli 40 juta dosis, yang diharapkan cukup untuk 20 juta orang karena dibutuhkan dua dosis per orang.

Sementara itu, Uni Eropa, telah membeli 200 juta dosis yang akan mereka distribusikan.

Dan pada awal 2020, Pfizer telah menandatangani kontrak dengan pemerintah Amerika Serikat sebesar $ 1.95 miliar (£ 1.5 miliar) untuk memasok 100 juta dosis.

Akan tetapi, negara berpenghasilan rendah mungkin menghadapi beberapa tantangan karena vaksin tersebut memerlukan rantai ultra dingin (ultracold chain): vaksin tersebut harus disimpan pada suhu -70°C hingga -80°C. CEO BioNTech, Ugur Sahin mengatakan bahwa perusahaannya sedang mempelajari apakah vaksin tesebut dapat bertahan hingga lima hari pada suhu lemari es normal yaitu 4°C.

Di Jerman, pemerintahnya berencana mendirikan pusat vaksinasi yang dilengkapi dengan freezer dengan suhu yang sangat rendah untuk putaran pertama vaksin.