Saham AS jatuh pada hari Selasa di tengah pertumbuhan inflasi yang kurang dari perkiraan. Investor tampaknya menganggap data tersebut sebagai tanda bahwa Fed akan menjadi lebih fleksibel dalam menghentikan stimulus, yang juga menyebabkan penurunan Dolar dan imbal hasil Treasury.

Imbal hasil obligasi 10-tahun turun 6 poin basis menjadi 1,26%, memperkecil kesenjangan antara utang AS jangka pendek dan jangka panjang. Sementara itu, sektor keuangan, industri dan energi mendorong S&P 500 turun bahkan setelah Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa CPI naik 0,3% sejak bulan Juli. Indeks acuan turun 0,55% kemarin dan telah bergulir kembali sebesar 1.100 pip sejak awal bulan.

Blake Gwinn, ahli strategi di RBC Capital Markets, menyatakan dia tidak setuju dengan pandangan bahwa Fed akan mengambil sikap fleksibel karena dia meyakini akan mulai memotong pembelian obligasi pada November atau Desember.

Tetapi, data CPI mengkonfirmasi pendapat sebelumnya dari pejabat Fed dan administrasi Biden bahwa inflasi yang tinggi akan bersifat sementara. Bagaimanapun, laporan tersebut dapat membantu mengatasi kritik pahit bahwa stimulus ekonomi Presiden Joe Biden menyebabkan inflasi yang menghancurkan.

Satu hal yang jelas. Pasar saham global menghadapi angin sakal di tengah kekhawatiran atas varian Delta dan risiko peningkatan inflasi, yang dipicu oleh gangguan pasokan terkait COVID-19.

Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg, ahli strategi JP Morgan Elyse Ausenbaugh menyatakan: "Saya tidak berpikir hal ini akan banyak berubah terhadap Fed. Pada akhir tahun depan, inflasi 4-5% ini akan turun ke tingkat yang lebih moderat".

Event penting lainnya minggu ini adalah:

- laporan penjualan ritel Tiongkok, harga real estat dan produksi industri (Rabu).

- data CPI dasar (Rabu);

- pidato kepala ECB Christine Lagarde (Kamis);

- laporan klaim pengangguran AS (Kamis);

- data CPI Uni Eropa (Jumat).