Saat Januari dimulai, mata uang Inggris memutuskan untuk mengikuti mata uang Amerika dan mencapai rekor baru. Pound sekarang telah berhasil menjalankan rencananya, namun para ahli memperingatkan tentang sifat sementara pertumbuhannya.

Pound memulai bulan baru di tahun yang baru dengan mencapai harga tertinggi. Pada hari Selasa, pound mendekati titik tertinggi dua tahun terhadap mata uang Eropa dan sedikit turun di tengah penguatan Dolar AS (sebesar 0,12%, menjadi 1,3464). Hal ini difasilitasi oleh kenaikan berkepanjangan dalam biaya imbal hasil obligasi pemerintah di tengah meningkatnya ekspektasi tentang kenaikan suku bunga oleh Bank of England. Menurut perhitungan awal, kenaikan suku bunga akan terjadi bulan depan.

Situasi saat ini memberikan dorongan pada pound, yang berhasil digunakan. Pada hari Rabu pagi, pasangan GBP/USD diperdagangkan pada level 1,3527, mendapatkan kembali kerugian sebelumnya dan menuju level baru. Namun, para ahli khawatir bahwa pound tidak dapat mempertahankan posisi yang telah dicapai di jangka menengah dan akan jatuh lagi.

Banyak ekonom percaya bahwa pertumbuhan pound dan pasangan GBP/USD akan bersifat sementara jika inflasi di AS dan Inggris meningkat. Saat ini, perekonomian Inggris meningkat pada laju yang lebih lambat daripada Amerika. Alasan untuk hal ini adalah tindakan tegas The Fed pada isu-isu kunci yang terkait dengan pemotongan stimulus dan beberapa kenaikan suku bunga di tahun 2022. Adapun Bank of England, tidak merencanakan perubahan radikal apa pun dalam kebijakan moneternya dalam waktu dekat. Saat ini, suku bunga utama The Fed dan Bank Sentral Inggris berada pada level yang sama - 0,25%.

Jika regulator Inggris menahan diri dari pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut dan kenaikan suku bunga, maka pertumbuhan pound akan dipertanyakan. Di sisi lain, tindakan hawkish The Fed membantu pertumbuhan Dolar AS, yang akan berlanjut pada tahun 2022. Strategi moneter multi-arah The Fed dan Bank of England menciptakan prasyarat untuk penurunan pasangan GBP/USD di tahun yang akan datang.

Keunggulan pound saat ini dijelaskan oleh beberapa faktor, termasuk kenaikan mendadak suku bunga Bank of England yang tercatat di bulan Desember 2021, dan penolakan otoritas Inggris dari langkah-langkah pembatasan baru. Menurut Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, mutasi baru virus corona Omicron jauh lebih ringan daripada strain lainnya. Pelaku pasar mengharapkan kenaikan suku bunga dua kali lipat oleh Bank of England. Ada kemungkinan bahwa suku bunga akan meningkat sebesar 15 basis poin (bp) pada pertemuan regulator bulan Maret. Pada akhir tahun ini, para ahli tidak mengecualikan kenaikan tambahan. Menurut pada ekonom, Bank of England akan melanjutkan strategi ini pada tahun 2023.

Aktivitas ekonomi di Inggris tetap stabil selama beberapa bulan. Berdasarkan laporan PMI terbaru, produksi di negara itu pada bulan Desember 2021 tumbuh pada laju yang lebih cepat daripada yang diperkirakan. Hal ini menginspirasi pasar dengan optimisme dan memungkinkan mereka untuk membuat perkiraan yang positif. Selama periode pelaporan, jumlah pekerjaan turun sedikit, namun hal ini diimbangi oleh peningkatan volume pesanan baru dan peningkatan produksi. Kekhawatiran analis disebabkan oleh kenaikan harga yang signifikan, meningkatkan kekhawatiran tentang putaran baru inflasi.

Gejolak yang terjadi saat ini tidak menghentikan reli pound, yang memuncak pada level 1,4212 pada bulan Mei tahun lalu. Namun, hal tersebut dijatuhkan oleh keputusan tak terduga dari Bank of England pada bulan Desember untuk tidak menaikkan suku bunga. Dengan latar belakang ini, pound menurun ke posisi terendah tahun 2021 (1,3200), namun kemudian pulih. Ahli strategi mata uang di Bank DBS memperkirakan pasangan GBP/USD tetap berada di kisaran terendah 1,2800-1,3300 tahun ini.

Faktor-faktor yang memperlambat kenaikan suku bunga oleh regulator mungkin merupakan masalah yang terkait dengan Brexit, serta kesulitan dalam negosiasi perdagangan antara London dan Brussels. Ada kemungkinan bahwa jika negosiasi gagal, pemerintah Inggris akan menerapkan Pasal 16 dan memulai perang dagang dengan EU. Penerapan skenario seperti itu akan membahayakan stabilitas ekonomi Inggris dan mata uang nasional. Namun, para analis berharap untuk mencapai kompromi dalam perjalanan kerja sama perdagangan yang saling menguntungkan.