Pasar emas bertahan di sekitar $1.850 per ounce, dengan sentimen bullish di antara para analis Wall Street mulai melemah karena Federal Reserve terus agresif menaikkan suku bunga hingga akhir tahun.

Ulasan mingguan emas menunjukkan bahwa investor ritel tetap optimis secara signifikan tentang logam mulia karena mereka mencari aset aman dalam lingkungan inflasi yang naik.

Harga emas berakhir pekan lalu di atas $1.850 per ounce, yang merupakan level psikologis kritis.

Logam mulia bertahan di atas level ini, didukung data ketenagakerjaan yang lebih kuat dari perkiraan. Pada hari Jumat, Biro Statistik Tenaga Kerja menyatakan bahwa ada 390.000 lowongan pekerjaan pada bulan Mei, melebihi ekspektasi ekonom sekitar 325.000.

Phillip Streible, Kepala strategi pasar Blue Line Futures, menyatakan bahwa outlook teknikal emas tetap konstruktif; namun, outlook fundamentalnya kabur. Data ekonomi mendukung tindakan kebijakan moneter agresif lebih lanjut.

Menurut Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank, setiap penurunan harga emas dapat dilihat sebagai peluang pembelian jangka panjang.

Pekan lalu, 15 analis Wall Street mengambil bagian dalam survei emas. Di antara peserta, tujuh analis, atau 47%, mendukung kenaikan harga emas minggu ini. Sementara itu, lima analis, atau 36%, tampak bearish. Tiga analis, atau 20%, netral.

Dalam jajak pendapat online di Main Street, 637 suara terkumpul. Dari jumlah tersebut, 448 responden, atau 70%, memperkirakan emas akan naik. Sebanyak 117 pemilih lainnya, atau 18%, memilih menyetujui penurunan harga, sementara 72 pemilih, atau 11%, netral.

Pasar emas terjebak dalam tarik-menarik antara kenaikan inflasi dan sikap hawkish Fed pada pemotongan harga.