Dalam perencanaan jangka pendek dan menengah, mata uang AS akan tetap bertahan, meskipun semakin menunjukkan penurunan. Namun, para trader dan analis mengkhawatirkan prospek jangka panjang USD, karena greenback kehilangan posisinya di pasar keuangan global.

Dolar jatuh pada awal minggu ini, tetap lemah pada Selasa, 8 November, di tengah menguatnya mata uang Eropa dan China. Kemudian, greenback menguat dan memulihkan sebagian posisinya, naik terhadap euro dan yen. Ingat, Jumat lalu, 4 November, indeks dolar (USDX) turun lebih dari 2%. Ini menjadi salah satu penurunan intraday terbesar dalam 20 tahun terakhir, para ahli menekankan. Dalam situasi yang sama, bull dolar menyerah, gagal memberikan momentum pada mata uang AS.

Namun, greenback tidak menyerah, mencoba melewati euro dan pesaing pasar keuangan lainnya. Pada Selasa pagi, 8 November, pasangan mata uang utama EUR/USD dibuka dengan konsolidasi paritas dan menuju di atas moving average 50 hari. Menurut para analis, tren naik pasangan EUR/USD tetap berlaku, sementara pasangan ini mencapai 1.0001.

Pasangan EUR/USD memulai minggu ini dengan pertumbuhan stabil, tetapi berlanjutnya pemulihan dipertanyakan. Menurut para ahli, dalam jangka pendek, pasangan EUR/USD dapat menguji level tertinggi tiga bulan di 1.0200. Kini EUR/USD telah memulihkan dinamika bullish dan melaju mendekati paritas.

Para analis memperhatikan bagaimana dinamika euro tidak stabil dibandingkan dengan dolar. Hal ini difasilitasi oleh meningkatnya sentimen negatif pada kemungkinan terjadinya resesi di zona euro. Penurunan atau perlambatan sejumlah indikator fundamental yang memengaruhi EUR dalam jangka panjang memperburuk situasi.

Menurut para analis, pergerakan euro bergantung pada dinamika dolar, berita geopolitik dan perbedaan antara strategi Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa. Keputusan terbaru bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga dan kemungkinan pengetatan kebijakan moneter yang berkepanjangan di pihaknya menjadi hambatan utama bagi stabilnya pemulihan pasangan EUR/USD. Menurut para ekonom, tingkat inflasi di AS pada bulan Oktober sedikit turun, tetapi setiap kenaikan suku bunga yang tidak terjadwal akan berdampak negatif bagi euro. Prasyarat untuk prakiraan semacam itu adalah pernyataan Ketua Fed Jerome Powell, yang mengisyaratkan bahwa data makro saat ini membenarkan kenaikan signifikan suku bunga pada tahun depan.

Minggu ini, pelaku pasar memperkirakan inflasi tahunan di AS melambat menjadi 8%. Ingat, pada bulan September, angka ini sebesar 8,2%. Hingga saat ini, inflasi mundur dari nilai puncaknya sebesar 9,1%, namun tetap berada di atas level target The Fed sebesar 2%. Dengan latar belakang ini, para pakar yakin bahwa Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada bulan Desember, tetapi hanya sebesar 0,5 poin persentase.

Menurut prakiraan sebelumnya, pada akhir 2022, suku bunga di Amerika Serikat bisa mencapai 4,5%, dan pada awal 2023 – 4,75%. Namun, pidato terbaru Powell memaksa pasar keuangan untuk mempertimbangkan kembali keputusan ini. Menurut perhitungan awal, kemungkinan puncak suku bunga di Amerika Serikat sebesar 5%. Para pakar yakin ini akan memungkinkan greenback menguat, tetapi melemahkan euro.

Mata uang AS kini masih berada dalam tekanan, karena pelaku pasar terus mengevaluasi pernyataan terbaru The Fed, yang mengisyaratkan kesulitan dalam proses normalisasi kebijakan moneter. Menurut ahli strategi mata uang Scotiabank, USD akan tetap stabil dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang diperkirakan akan mengalami "koreksi signifikan". Menurut para ahli, rally dolar saat ini "tidak perlu diperpanjang", dan ini dapat memicu keruntuhannya. Namun, para pakar yakin USD tidak akan jatuh sampai siklus pengetatan Fed berakhir.